Krisanthya terbangun lebih cepat pagi ini. Ini adalah hari pertamanya
memasuki SMU. Dia bahkan hampir tidak tidur semalaman, tidak sabar
menanti hari istimewa ini.
Tentulah dia gembira, karena untuk
pertama kali dalam hidupnya, dia merasa akhirnya ia dapat memuaskan
keinginan orang tuanya, yaitu masuk ke SMA unggulan di Bandung, yang
merupakan almamater ayahnya.
Sejak kecil, Krisa dididik dengan
sangat disiplin dan cukup keras oleh ayah dan ibunya. Ketika masih
berumur 3 tahun, Krisa sudah diikutkan pada berbagai les seperti les
piano, balet, bahkan biola. Namun karena itu bukanlah minat dan
bakatnya, tidak sampai sebulan, Krisa pun berhenti karena kemampuannya
tidak berkembang.
Sebenarnya Krisa bukanlah gadis cantik yang
tidak berotak. Gadis berambut coklat panjang itu memiliki bakat dibidang
teater. Ia sangat pandai berakting. Namun orang tuanya berpikir akting
bukanlah merupakan sebuah bakat, melainkan hanya kebohongan yang
tertutupi dengan baik. Sehingga selama 3 tahun di SMP-nya, Krisa selalu
bersembunyi-sembunyi untuk mengikuti latihan teater, dan selama itu pula
kedua orang tuanya tidak pernah satu kalipun datang ke pertunjukkan
dramanya..
Krisa mengenakan seragam barunya. Ia tampak semakin
cantik dengan rok abu-abu seragamnya yang baru. Ia bergumam dalam hati,
“Akhirnya aku bisa memenuhi salah satu permintaan Papa dan Mama. Aku
yakin mereka sekarang sedang bersiap untuk mengantarku ke sekolah, tidak
seperti saat pertama kali aku masuk SMP dulu, mereka malah pergi
berbisnis ke Cina. Sekarang mereka pasti menantiku dibawah!” Krisa
sungguh tidak sabar lagi. Ia pun memoles wajahnya seadanya, dan berlari
menuju ke bawah, ke ruang makan.
“Mana Papa dan Mama, Bi?” Tanya
Krisa kepada Bi Asih, pengasuhnya sejak kecil. Ruang makan terlihat
lowong, hanya ada Bi Asih, dan seloyang kue Cheesecake kesukaan Krisa di
meja.
“Tuan pergi tadi subuh, Non, katanya mengejar pesawat, ada
urusan bisnis.. Nyonya pulang agak telat semalam, katanya minta agar
tidak dibangunkan. Non sarapan dulu ya, Bibi sudah beli kue kesukaan
Non. Habis itu ke sekolahnya diantar pak supir ya.” Krisa diam membisu.
‘Apa
lagi salahku?’ teriaknya dalam hati. ‘Aku sudah menyenangkan hati
mereka, bukan? Lulus dengan NEM tertinggi di sekolahku, masuk ke SMA
favorit. Kenapa mereka tidak juga bangga kepadaku?’
………
Krisa
memandang wajahnya di cermin. Ada sedikit bekas memerah berbentuk
tangan di pipinya. Baru 3 minggu masuk SMA, namun ia sudah tidak tahan.
SMA favorit yang ia kira memiliki murid-murid yang rajin dan disiplin,
ternyata sama sekali berbeda.
Sejak hari pertamanya masuk sekolah,
ia sudah dijahili oleh gerombolan kakak kelasnya yang perempuan.
Katanya karena ia anak orang kaya, namun ia tahu sebenarnya karena pacar
salah satu anggota gerombolan itu ada yang menyukai Krisa.
Setiap
jam istirahat, mereka selalu menjahili makanan Krisa. Ada yang sengaja
mendorongnya sampai jatuh, ada yang diam-diam menaruh sambal yang banyak
didalam makanannya, sampai ada yang menjatuhkan kecoa kedalamnya. Tidak
hanya itu, setiap pulang sekolah Krisa pun harus menghadap mereka untuk
dilabrak. Dan hari ini salah satu dari mereka ada yang menamparnya,
karena pacarnya memutuskan dia untuk Krisa. Padahal Krisa bahkan tidak
pernah berbicara dengan laki-laki yang mereka maksud..
Krisa bahkan tidak punya teman, karena semua teman sekelasnya takut akan diperlakukan serupa bila mereka berteman dengannya.
“Tuhan,
apa salahku? Apa salahku sehingga orang tuaku sendiri membenciku? Apa
usahaku selama ini belum cukup ya Tuhan? Apakah benar aku yang begitu
menyebalkan, sehingga tidak ada satupun orang yang mau berteman
denganku? Jawab aku Tuhan..” jerit Krisa.
No comments:
Post a Comment