Tuesday, April 17, 2012

Justice for The 96 : The Hillsborough Tragedy


In a time where life threatening injuries and even death seem to be prominent in the world of football, many fans, especially those connected to Liverpool, are spending a day in mourning.

Twenty three years ago, the travelling Kop paid a visit to Sheffield Wednesday’s ground for an FA Cup Semi-Final against Nottingham Forest. 96 of those Liverpool fans never returned. It seemed fitting that only yesterday, did the all Merseyside FA Cup Semi-Final occur- a game in which both sides of the city united to remember those 96.

Since then, amidst the rollercoaster the Club has faced on the pitch, there has been an entirely different fight- one for justice. Amidst the Hillsborough disaster, lies and deceit have emerged. A particular newspaper blaming the Liverpudlians, the truth kept hidden from heartbroken families… but the Club and it’s supporters have stood firm. Hand in hand, they never rest. And finally, their endurance is beginning to pay off. An e-petition resulted in a televised debate regarding the release of the Hillsborough documents. But it doesn’t stop there- fans have taken many more measures to raise money for the official Hillsborough Justice Campaign. Out of all this one thing is for certain- this is a campaign that will stop at nothing to get the justice those 96 fans deserve.

As for us Liverpool fans, whether we knew any of the victims or not, we have all been personally affected. Our Club is more than just that- we are a family. We are all parts to a human body. And when one part of that body aches, the entire body aches. And as proud Reds, we will always keep those 96 fans in our heart.
In the saddest of times is our faith in humanity restored. Liverpool fan or not, today is a day of unity, of hope and of remembrance.

Whilst we look to the future and continue the fight for justice, let us keep the 96 fans in our hearts. They will never be gone, not as long as there are people remembering them. They lie in our thoughts forever as they will never walk alone.

(Source: noprincejustfootball.tumblr.com)

Amarah

Bukannya saya suka melarang. Bukannya saya senang mengatur.. Hanya ingin anda tahu batasan antara benar dan salah. Anda bilang tanpa rantai mengikat di kaki, anda lebih dapat melangkah ke arah yang benar.. Namun yang saya saksikan hanyalah semakin banyak tikungan yang anda ambil, dan semakin rumit pula jalan yang kita tempuh. Lalu anda mengharapkan apa lagi? Saya diam salah, bicara lebih salah, bertindak pun semakin salah. . Lalu saya harus bagaimana? Seandainya saya mampu, saya mungkin sudah tidak disini lagi. Tapi saya tak mampu pergi..bahkan tak mampu membayangkan untuk pergi. Bila anda senang memerintah, jika anda senang berkuasa, sekali ini saja beritahu saya harus bagaimana..

Krisanthya (Asih - Part 3)

Asih berlari secepatnya begitu ia mendengar teriakan Nyonya Anna, yang berasal dari kamar Nona muda kesayangannya. Firasat buruk sudah muncul sejak tadi pagi ia melihat Krisa pulang cepat dari sekolah dengan baju penuh lumpur dan mata yang membengkak akibat menangis. Krisa langsung mengusir semua orang yang membantu persiapan pesta ulang tahunnya. Baru kali itu Asih mendengar Krisa membentak selama 16 tahun ia merawat Krisa.

“Kalian semua pulang sekarang!! Pestanya batal!! Aku ngga perlu pesta ulang tahun! Pulaaaang!!!” jerit Krisa sambil menahan tangis. Asih pun menghampirinya dan berusaha menenangkannya.

“Non kenapa pestanya dibatalin? Memangnya Non ngga mau ulang tahunnya dirayain?” Tanya Asih lembut.
“Percuma Bi bikin pesta bagus-bagus, kalau ngga ada yang datang. Krisa ngga punya temen, Bi. Papa Krisa aja lupa kalau Krisa ulang tahun, buat apa dirayain?”

 Sedih hati Asih mendengar curahan hati Nonanya itu. Namun ketika Nyonya Anna bertanya kepadanya, ia tidak berani menceritakan apa yang sebenarnya terjadi..

 Asih mendorong pintu kamar Krisa yang setengah tertutup secara perlahan. Ia melihat Nyonya-nya sedang duduk sambil terisak. Ia alihkan pandangannya kearah kamar mandi di kamar Krisa. Dan disitu.. di kusen pintu kamar mandi itu..

 ..terikat kain satin berbagai warna yang disatukan sehingga menjadi panjang, dan terdapat simpul kuat diujungnya. Simpul itu dengan indahnya membalut leher Krisa yang kini sudah tak bernyawa lagi..seakan ia sedang memakai syal dilehernya.

Asih perlahan menyentuh lengan Krisa. Dingin..

Di lantai kamar mandi, Asih menemukan secarik kertas. Dengan menahan tangis, ia membacakan isi kertas tersebut untuk Anna.
Mama, Papa.. maafin Krisa, ngga pernah bisa buat Mama dan Papa bangga sama Krisa. Krisa sadar, Krisa ngga secantik Mama atau sepintar Papa, Krisa juga ngga punya bakat apa-apa.. Disekolah pun ngga ada yang mau jadi temen Krisa, pasti karena Krisa bodoh ya Ma, Pa? Krisa dibenci sama senior Krisa, karena katanya Krisa anak orang kaya yang sombong dan nyebelin..

Krisa jadi sadar, buat apa Krisa hidup terlalu lama kalau hanya bisa menyusahkan Mama dan Papa? Lebih baik Krisa pergi.. Supaya Mama dan Papa bisa bahagia. Supaya Mama dan Papa ngga merasa bersalah ninggalin Krisa dirumah sendirian lagi.

Maaf ya Ma, pestanya Krisa batalin.. Krisa cuma ngga mau Mama bayar mahal untuk hal yang percuma.. Krisa ngga mau melihat wajah Mama yang kecewa sama Krisa lagi karena ngga ada yang datang ke pesta megah Mama.
Papa.. cepat pulang ya, jaga Mama. Jangan tinggalin Mama sendirian dirumah terus ya Pa..

Untuk Bi Asih, maaf ya Bi, Krisa sudah ngga bisa temenin Bibi lagi. Makasih ya udah ngerawat Krisa selama ini.

Mama, Papa, sekali lagi maafin Krisa yaa.. Krisa yakin, kalian akan lebih bahagia tanpa Krisa. Krisa sayang Mama dan Papa..”

 Asih tergolek lemas tepat dibawah kaki Krisa yang masih menggantung. Ia memeluknya, menciuminya, seakan anak kandungnya sendiri yang telah pergi meninggalkannya.

 Anna hanya bisa terus menjerit, melihat tubuh putrinya yang sudah dingin. Ia baru menyadari betapa kesepiannya anaknya selama ini, namun kini semuanya sudah terlambat..

(Krisanthya - End)

Krisanthya (Anna - Part 2)

Anna sengaja membatalkan semua rapatnya hari itu. “Hari ini ulang tahun Krisa..” gumamnya, “Aku harus memberikannya hadiah yang istimewa. Aku belum sempat memberinya selamat atas nilainya yang sangat memuaskan, aku bahkan tidak mengantarnya di hari pertamanya masuk ke SMA. Mungkin aku harus membeli hadiah lebih dari satu, sebagai pengganti kehadiranku sebagai seorang Ibu selama ini. Ya, hadiah yang banyak pasti bisa mengganti itu semua.”

Dalam perjalanan pulangnya ke rumah, Anna mampir ke berbagai toko untuk mencari hadiah istimewa untuk ulang tahun ke 16 putri satu-satunya itu. Ia membelikan Krisa ponsel paling canggih, laptop keluaran terbaru, berbagai pershiasan dari mutiara, dan sebuah gaun putih panjang yang sangat cantik untuk Krisa kenakan di pesta ulang tahunnya malam nanti.

Anna sangat yakin, bahwa barang-barang ini bisa menggantikan perannya sebagai Ibu yang selama ini ia lalaikan. Tidak lupa ia membeli kartu ucapan yang ia atas namakan dari suaminya, karena entah dibelahan dunia bagian mana suaminya kini berada, ia pasti lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahun putri mereka.
Kesunyian menyambut Anna dirumah. Tidak ada party organizer maupun catering yang ia pekerjakan untuk pesta ulang tahun Krisa yang nampak. Tidak ada hiasan, maupun hadiah-hadiah untuk Krisa.

“Asih! Asih! Apa-apaan ini? Kok sudah jam segini belum ada persiapan apa-apa? Pestanya kan jam 7 malam?” teriak Anna pada pembantunya itu.

“Maaf Nyah, tadi pagi semuanya disuruh pulang sama Non Krisa. Dia bilang, nggaperlu ada pesta, soalnya ngga akan ada yang datang.”

“Omong kosong! Sekarang Krisa dimana? Sudah pulang sekolah?” Bi Asih pun mengangguk sambil menunjuk kearah kamar Krisa di lantai 2.

“Non tadi pulang cepat, Nyah, langsung masuk ke kamar, sampai sekarang belum keluar.. Ditawari makan siang juga ngga mau.”

Anna pun bergegas menuju ke kamar putrinya. Ia sedikit kesal karena usahanya untuk mengadakan pesta besar-besaran begitu saja dibatalkan oleh Krisa. ‘Mana mungkin tidak akan ada yang datang?’ pikirnya.
Ia pun mengetuk pintu kamar Krisa. Tidak ada jawaban. Berulang kali Anna memanggilnya, tidak pula ada jawaban. Akhirnya ia pun membuka pintu kamar Krisa yang ternyata tidak terkunci.

Krisanthya (Krisa - Part 1)

Krisanthya terbangun lebih cepat pagi ini. Ini adalah hari pertamanya memasuki SMU. Dia bahkan hampir tidak tidur semalaman, tidak sabar menanti hari istimewa ini.

Tentulah dia gembira, karena untuk pertama kali dalam hidupnya, dia merasa akhirnya ia dapat memuaskan keinginan orang tuanya, yaitu masuk ke SMA unggulan di Bandung, yang merupakan almamater ayahnya.
Sejak kecil, Krisa dididik dengan sangat disiplin dan cukup keras oleh ayah dan ibunya. Ketika masih berumur 3 tahun, Krisa sudah diikutkan pada berbagai les seperti les piano, balet, bahkan biola. Namun karena itu bukanlah minat dan bakatnya, tidak sampai sebulan, Krisa pun berhenti karena kemampuannya tidak berkembang.

Sebenarnya Krisa bukanlah gadis cantik yang tidak berotak. Gadis berambut coklat panjang itu memiliki bakat dibidang teater. Ia sangat pandai berakting. Namun orang tuanya berpikir akting bukanlah merupakan sebuah bakat, melainkan hanya kebohongan yang tertutupi dengan baik. Sehingga selama 3 tahun di SMP-nya, Krisa selalu bersembunyi-sembunyi untuk mengikuti latihan teater, dan selama itu pula kedua orang tuanya tidak pernah satu kalipun datang ke pertunjukkan dramanya..

Krisa mengenakan seragam barunya. Ia tampak semakin cantik dengan rok abu-abu seragamnya yang baru. Ia bergumam dalam hati, “Akhirnya aku bisa memenuhi salah satu permintaan Papa dan Mama. Aku yakin mereka sekarang sedang bersiap untuk mengantarku ke sekolah, tidak seperti saat pertama kali aku masuk SMP dulu, mereka malah pergi berbisnis ke Cina. Sekarang mereka pasti menantiku dibawah!” Krisa sungguh tidak sabar lagi. Ia pun memoles wajahnya seadanya, dan berlari menuju ke bawah, ke ruang makan.

“Mana Papa dan Mama, Bi?” Tanya Krisa kepada Bi Asih, pengasuhnya sejak kecil. Ruang makan terlihat lowong, hanya ada Bi Asih, dan seloyang kue Cheesecake kesukaan Krisa di meja.

“Tuan pergi tadi subuh, Non, katanya mengejar pesawat, ada urusan bisnis.. Nyonya pulang agak telat semalam, katanya minta agar tidak dibangunkan. Non sarapan dulu ya, Bibi sudah beli kue kesukaan Non. Habis itu ke sekolahnya diantar pak supir ya.” Krisa diam membisu.

‘Apa lagi salahku?’ teriaknya dalam hati. ‘Aku sudah menyenangkan hati mereka, bukan? Lulus dengan NEM tertinggi di sekolahku, masuk ke SMA favorit. Kenapa mereka tidak juga bangga kepadaku?’

………

Krisa memandang wajahnya di cermin. Ada sedikit bekas memerah berbentuk tangan di pipinya. Baru 3 minggu masuk SMA, namun ia sudah tidak tahan. SMA favorit yang ia kira memiliki murid-murid yang rajin dan disiplin, ternyata sama sekali berbeda.

Sejak hari pertamanya masuk sekolah, ia sudah dijahili oleh gerombolan kakak kelasnya yang perempuan. Katanya karena ia anak orang kaya, namun ia tahu sebenarnya karena pacar salah satu anggota gerombolan itu ada yang menyukai Krisa.

Setiap jam istirahat, mereka selalu menjahili makanan Krisa. Ada yang sengaja mendorongnya sampai jatuh, ada yang diam-diam menaruh sambal yang banyak didalam makanannya, sampai ada yang menjatuhkan kecoa kedalamnya. Tidak hanya itu, setiap pulang sekolah Krisa pun harus menghadap mereka untuk dilabrak. Dan hari ini salah satu dari mereka ada yang menamparnya, karena pacarnya memutuskan dia untuk Krisa. Padahal Krisa bahkan tidak pernah berbicara dengan laki-laki yang mereka maksud..

Krisa bahkan tidak punya teman, karena semua teman sekelasnya takut akan diperlakukan serupa bila mereka berteman dengannya.

Tuhan, apa salahku? Apa salahku sehingga orang tuaku sendiri membenciku? Apa usahaku selama ini belum cukup ya Tuhan? Apakah benar aku yang begitu menyebalkan, sehingga tidak ada satupun orang yang mau berteman denganku? Jawab aku Tuhan..” jerit Krisa.

Crossroad Demons : Do you believe in the Devil?

First, I want to explain about the whole Crossroad Demon's deal.
It is well known that if you go to a crossroad, and summoning a demon there, one demon will appear and offering you to make a deal. He will grant one of your wishes in exchange for your soul, which will be drag to Hell by his hellhound after a few years (some say after 10 years).

Becoming a 'Supernatural TV Series' fan has opened my mind wider. After re-running for the third time, I realized in Season 2 episode 8, "Crossroad Blues", they mentioned Robert Johnson (click for detail), the best blues man ever lived that supposedly made a deal with the Demon to become one.
 

So, I googled him.
And voila, I found this:

According to legend, as a young man living on a plantation in rural Mississippi, Robert Johnson was branded with a burning desire to become a great blues musician. He was "instructed" to take his guitar to a crossroad near Dockery Plantation at midnight. There he was met by a large black man (the Devil) who took the guitar and tuned it. The "Devil" played a few songs and then returned the guitar to Johnson, giving him mastery of the instrument. This was in effect, a deal with the Devil mirroring the legend of Faust. In exchange for his soul, Robert Johnson was able to create the blues for which he became famous.
So I thought, 'Huh, what a rumor'. But then again, I found other interesting facts.
1. " Around 1929 (Johnson was 18), the noted blues musician Son House moved to Robinsonville where his musical partner lived. Late in life, House remembered Johnson as a 'little boy' who was a competent harmonica player but an embarrassingly bad guitarist.
2. Johnson left Robinsonville for the area around Martinsville, close to his birthplace Hazlehurst. Here he perfected the guitar style of Son House and learned other styles from Isaiah "Ike" Zimmerman. Ike Zimmerman was rumoured to have learned supernaturally to play guitar by visiting graveyards at midnight.
When Johnson next appeared in Robinsonville, he had seemed to have acquired a miraculous guitar technique.
 So it kept me thinking, how in the world, a recently bad guitar player turned to an amazing one in a short time? I mean, no matter how hard you learn to play guitar, without natural talent, it needs years to turn you to a great guitar player, right?

Again, i dug and dug. Apparently, I missed one important part about Johnson's death. He died at the age 27.

I remembered clearly how legends like Kurt Cobain, Jimi Hendrix, Jim Morrison, Brian Jones (Rolling Stones), etc. all died at the age of 27. And how most of them became legends after they died. What's the mystery of age 27?

And what bugs me most is how most of their deaths are such mysteries. Johnson died of strychnine poisoning, after 3 days suffering. But in his biography, Tom Graves states that strychnine has such a distinctive odor and taste that it cannot be disguised, even in strong liquor. He also claims that a significant amount of strychnine would have to be consumed in one sitting to be fatal, and that death from the poison would occur within hours, not days. So? His death is still a mystery.

And for all the other legends, there are mysteries behind their death as well. Like Cobain, who in the world 100% sure he killed himself? Lots and lots of presumption of how he was killed by Courtney Love or anyone else.


And above it all, all those legends who died ad the age 27 has been well-known as the members of 27 Club. Not made by them, but made for them, who died at a very young age.
So I thought, could this whole Demon's deal thing be real? I mean, they all had amazing talents, but died on their way of becoming a legend. And most of them became legends after they died..
Oh well, if we believe in God and Angels, shouldn't we believe in the Devil too?


Don't mean to brainwashing anybody here, just trying to share some interesting almost-facts and share what's on my mind. Hopefully entertaining !